Seperti Kereta Maglev yang terus melaju dan menginpirasi

Banner 468

The Role, Function, and Deliberative Administration As An Act of Administration Science

Posted by Irendy on - -

I. Pendahuluan
Ilmu administrasi memang sudah sejak lama identik dengan warna abu-abu yang memiliki makna kekaburan (absurd), namun hal itu bukan berarti bahwa administrasi adalah ilmu yang tidak jelas dan tidak memiliki arah tujuan. Administrasi yang secara konsep adalah sarana untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui upaya kerja sama dalam kelompok atas dasar rasionalitas tertentu, justru memiliki fungsi-fungsi dan nilai-nilai yang bersifatuniversal application (Zauhar, 1992). Unsur-unsur di dalam administrasi seperti organisasi, manajemen, komunikasi, tata usaha, personalia, keuangan, material, dan humas, juga akan selalu ada dalam setiap kegiatan administrasi walau bagaimanapun bentuknya.
Fungsi-fungsi yang bersifat universal application ini antara lainPlanning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Di mana sebenarnya dalam Organizing masih tercakup aspek staffing, dalam actuating yang masih tercakup aspek Directing dan Coordinating, serta dalamControlling yang masih tercakup aspek reporting dan budgeting, sehingga ada juga pakar administrasi seperti Luther H. Gullick dan Lyndall Urwick yang menyingkat fungsi-fungsi itu dengan sebutan POSDCoRB (Islamy, 1984).
Keempat fungsi tersebut memiliki muara yang sama, yaitu berusaha menciptakan nilai-nilai keteraturan dan keamanan, sehingga masyarakat dapat menyelesaikan segala permasalahan hidupnya dengan lebih mudah dan lebih nyaman. Keteraturan merupakan esensi dari administrasi yang dapat ditemukan di semua bentuk dan konsep dari administrasi, seperti administrasi bisnis, administrasi pemerintahan, administrasi dalam konsep tata usaha, ataupun administrasi dalam konsep pelayanan (Ali, 2004). Sebagai contoh adalah keteraturan yang terkandung dalam konsep tata usaha yang sangat membutuhkan adanya prosedur yang jelas dalam melakukanfiling arsip-arsip organisasi. Dengan terdapatnya suatu kejelasan prosedur, akan terdapat suatu keteraturan penyimpanan arsip-arsip yang menjamin arsip-arsip itu akan aman (tidak hilang) dan mudah untuk digunakan oleh entitas organisasi. Adanya keteraturan juga dapat menjadi indicator ada tidaknya administrasi. Administrasi tidak dapat diterapkan pada suatu kerumunan (crowd) yang tidak teratur dalam proses kerja samanya dan atau tidak memiliki suatu tujuan tertentu.
Hal di ataslah yang sebenarnya melatarbelakangi munculnya ilmu administrasi dan membuat administrasi akan selalu ada bersamaan dengan munculnya human race, serta akan selalu dipakai selama manusia masih hidup. Administrasi merupakan unsur absoluteyang harus ada dalam setiap usaha kelompok dan menandai setiap usaha pencapaian tujuan secara kolektif. Sekalipun administrasi itu berbeda bentuknya sesuai dengan sifat usahanya, namun secara substansial ia adalah sama. Nilai-nilai administrasi Insya Allah selalu ada, sekalipun ia berada di masyarakat primitif. Ia akan bertambah canggih seiring dengan bertambah maju dan kompleksnya masyarakat.
Administrasi merupakan alat dan bukan merupakan tujuan. Dengan demikian, maka tujuan akhir administrasi tidak berbeda dengan tujuan akhir organisasi (Zauhar, 1992). Administrasi diciptakan untuk melayani organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, administrasi dituntut untuk menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka menengah. Hal ini mencakup keteraturan aktivitas yang dilaksanakan, penyediaan dan penggunaan SDM dan material secara bijaksana, pengurangan pemborosan, keekonomisan dalam operasional, kepuasan pelanggan, kesejahteraan pegawai, pemecahan masalah secara cepat dan lain-lain.
Tidak ada organisasi yang sukses dalam mencapai tujuannya tanpa didukung oleh administrasi yang efektif. Di dalam konteks yang agak luas, pencapaian tujuan ekonomi, sosial, politik, militer, atau keagamaan dari suatu organisasi sangatlah bergantung pada administrasi yang efisien. Usaha kelompok bertanggung jawab untuk memajukan masyarakat dan sebaliknya kemajuan masyarakat ditunjang oleh proses administrasi yang berkelanjutan dan tertib dalam implementasinya. Administrasi yang efisien secara nyata memberikan andil yang sangat besar bagi suksesnya suatu organisasi, yang pada akhirnya mengarah pada kemakmuran masyarakat. Oleh karena itulah, ilmu administrasi hadir untuk membuat manusia lebih mengerti cara untuk menjalani hidup dengan teratur.

II. Peran dan Fungsi Ilmu Administrasi
Peran dan fungsi ilmu administrasi sesungguhnya telah dipaparkan secara singkat di atas, di mana peran dari administrasi itu adalah menciptakan keteraturan dan keamanan di dalam kehidupan masyarakat sehingga masyarakat dapat dengan mudah meyelesaikan segala urusannya dan dapat hidup dengan penuh rasa aman. Lebih jauh dari itu, ilmu administrasi merupakan suatu penjaga kelangsungan peradaban manusia. Menurut Beard dalam Zauhar (1992) kelangsungan pemerintahan yang beradab dan malahan kelangsungan hidup dari peradaban itu sendiri, akan sangat tergantung atas kemampuan manusia untuk mengembangkan dan membina administrasi. Dapat dibayangkan apabila suatu perusahaan, baik itu perusahaan negara atau perusahaan swasta, yang bergerak dalam bidang pelayanan publik tidak memiliki sistem administrasi yang baik, maka perusahaan tersebut lambat laun pastinya akan collapsekarena para pegawainya dan pelanggannya bertindak dengan seenaknya tanpa memedulikan nilai-nilai dalam administrasi. Begitu juga apabila misalnya dalam bidang hukum tidak terdapat sistem administrasi yang jelas, maka bisa saja orang yang terbukti bersalah telah menabrak orang lain hingga meninggal tidak mendapatkan hukuman apa-apa.
Kemudian, untuk menjalankan peran administrasi dalam menciptakan keteraturan dan keamanan itu, tentunya dibutuhkan beberapa fungsi dari administrasi untuk mewujudkan hal tersebut. Fungsi-fungsi ini, kiranya masih relevan untuk dipaparkan kembali mengingat kurang baiknya penerapan administrasi di beberapa organisasi, baik itu di organisasi pemerintah maupun swasta. Fungsi-fungsi administrasi ini sebenarnya terkait dengan pendekatan proses dari administrasi di mana sejumlah subproses antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling tergantung, serta pada umumnya dilaksanakan secara berkelanjutan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi-fungsi administrasi ini antara lain: Planning; Organizing; Staffing; Directing; dan Controlling. Selain kelima fungsi itu, terdapat juga empat fungsi di mana dua fungsi yang pertama ini berbeda dengan fungsi-fungsi administrasi sebelumnya yang berada dalam satu continuitas. Dua fungsi ini adalah decision making dancoordinating yang melekat pada setiap fungsi administrasi yang lain dan sesungguhnya merupakan hakekat dari tugas administrasi untuk membuat keputusan dan melakukan koordinasi. Dua fungsi berikutnya adalah authority dan communication yang mana administrasi tidak bisa menjalankan fungsi-fungsinya dengan efektif tanpa kehadiran dua fungsi ini.
Planning
Planning artinya menetapkan apa yang seharusnya dilakukan. Kegiatan ini meliputi penelitian, peramalan, penentuan tujuan, perumusan kebijakan, pengembangan program dan menetapkan prosedur kerja. Keseluruhan kegiatan ini harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi. Pada umumnya, planning memakan waktu yang lebih banyak bagi eksekutif tingkat atas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di tingkat yang lebih bawah. Planningmerupakan kegiatan yang menuntut pengetahuan tentang masalah yang dihadapi, kecerdasan berpikir, dan kemampuan untuk melihat kemuka.
Organizing
Organizing berarti membagi pekerjaan organisasi ke dalam sejumlah kegiatan, kemudian mengelompokkannya ke dalam golongan yang sejenis dan memberikan tugas tersebut kepada pegawai yang sesuai dengan keahliannya. Agar tercapai usaha yang terkoordinasi,organizing secara vertical meliputi pengikatan kegiatan tersebut melalui delegasi wewenang dan tanggung jawab, dan menyatukan kegiatan tersebut secara horizontal melalui berbagai macam cara peralatan admnistrasi. Hal ini akan tampak dalam struktur organisasi yang menunjukkan adanya susunan keseluruhan kegiatan yang harus dilaksanakan, dan menggambarkan hubungan kewenangan dalamstaffing. Untuk menyusun suatu organisasi pejabat administrasi memerlukan alat-alat yang terdiri dari:
  1. Modal, dalam bentuk uang dan peralatan.
  2. Tenaga, yaitu tenaga manusia yang menjadi subyek pekerjaan.
Alat-alat itu harus disusun dengan memerhatikan:
  1. Tujuan pekerjaan
  2. Jangka waktu yang telah ditetapkan
  3. Metode kerja (Wajong, 1983).
Staffing
Staffing adalah tangung jawab administrasi untuk mengetahui bahwa sumber-sumber daya manusia dan material harus tersedia baik dalam kualitas, kuantitas, dan varitas, yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini meliputi penyediaan pegawai sesuai dengan struktur organisasi, serta penetapan persyaratan barang-barang yang diperlukan. Sekalipun demikian, administrasi pada umumnya berkenaan dengan manusia dan usaha mencapai tujuan organisasi melalui manusia itu sendiri. jadi, yang merupakan subyek utama administrasi adalah manusia bukan material. Dengan demikian, maka tangung jawab utama administrasi adalah menjmain kontinuitas tersedianya tenaga kerja, dan oleh karenanya maka staffing meliputi seleksi, latihan, evaluasi, promosi, kompensasi, dan seperasi pegawai.
Directing
Directing berarti mengarahkan kegiatan bawahan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Di dalam directing, administrasi umumnya menggunakan perintah, permintaan, instruksi, coaching, ganjaran, hukuman, dan lain sebagainya. Di dalam directing juga tercakup motivasi dan supervisi.
Controlling
Controlling meliputi pengukuran hasil pekerjaan dibandingkan dengan rencana memastikan jika terjadi kesenjangan antara rencana dan realisasi serta mengambil tindakan korektif untik menjamin tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan. Controlling juga meliputi usaha-usaha inovasi, yang berarti memberi kesempatan untuk penyempurnaan penentuan tujuan dan cara mencapainya. Controlling dilakukan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk mencari penyebab kesalahan itu bisa terjadi.
Decision making
Decision making berarti kegiatan memilih rangkaian tindakan dari sejumlah alternatif. Decision makin ada di seluruh jajaran kegiatan administrasi, sebab pada hakekatnya tugas seorang administrator adalah membuat keputusan. Decision making ada di setiap bagian administrasi dan setiap kegiatan organisasi pasti ada hubungannya dengan decision making. Fungsi decision making ini juga tentu berkaitan dengan pekerjaan penyelidikan di mana penyelidikan itu ialah suatu kegiatan virtual dalam arti mengolah segala sesuatu dalam pikiran dengan melihat gambaran-gambaran yang timbul. Seluk beluk kegiatan itu dapat dibagi dalam empat tingkat, yakni:
1) Mengadaakan penyelidikan dengan menghimpun bahan keterangan yang dapat diperoleh, misalnya dengan peninjauan setempat atau dengan mendengar pendapat dari orang-orang yang ahli dalam persoalan yang dihadapi atau yang pernah mendapatkan persoalan itu. Atas dasar itu, secara berhati-hati dibuat analisa tentang keadaan yang sebenarnya dengan memisah hal-hal yang saling terkait, menilai pentingnya setiap unsur, lalu menetapkan hal-hal yang bersifat pokok dan apa yang berupa akibat. Tingkat ini memerlukan penglihatan ke dalam yang jitu (insight).
2) Meninjau kemungkinan untuk memecahkan masalah dengan memproyektir cara-cara yang dapat ditempuh. Di dalam gagasan itu, pejabat yang bersangkutan harus dapat memegang gambaran tentang keadaan di kemudian hari, sehingga pejabat itu memerlukan penglihatan ke muka (forsight).
3) Melakukan perbandingan antara kemungkinan yang sudah tampak dengan memperhitungkan untung-rugi dari tiap-tiap tindakan yang akan diambil. Di dalam hal ini diperlukan kemampuan melihat segala sesuatu secara keseluruhan (survey).
4) Memilih cara penyelesaian yang akan ditempuh dengan berdasarkan pada hasil-hasil yang didapatkan pada tingkatan sebelumnya. Di dalam hal ini diperlukan pejabat yang memiliki pandangan jauh ke depan (visioner) sehingga memiliki jaminan lebih besar untuk dapat meraih ketepatan dalam keputusan yang akan diambil (Wajong, 1983).
Coordinating
Coordinating meliputi kegiatan menyinkronkan usaha individu dan kelompok agar tercapai pelaksanaan pekerjaan yang harmonis. Kegiatan yang terkoordinasi pada hakekatnya adalah untuk mencapai tujuan organisasi. Beberapa penulis tidak memasukkan koordinasi sebagai salah satu fungsi administrasi. Mereka beranggapan bahwa koordiansi adalah inti dari administrasi dan setiap fungsi administrasi pasti melakukan koordinasi. Meskipun sulit menganggap koordinasi sebagai suatu fungsi administrasi yang khas, namun tidaklah realistis untuk menganggap bahwa koordinasi akan dapat tercapai tanpa adanya kesungguhan usaha untuk melaksanakannya. Suatu kenyataan bahwa koordinasi melekat di dalam semua fungsi administrasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan sifatpervasiveness-nya dan merupakan suatu manivestasi dari fungsi yang harus dilakukan administrasi.
Authority
Kewenangan administratif adalah salah satu fungsi administrasi yang memberikan kekuasaan pada atasan untuk memaksa bawahan untuk bertindak sesuai dengan tujuan organisasi. Kewenangan administratif berarti memberi kewenangan kepada bawahan untuk membuat keputusan dalam batas-batas otoritasnya dan emnjamin bahwa keputusan tersebut benar-benar dilaksanakan. Konsep kewenangan administratif meliputi juga keluhan bawahan. Keluhan tersebut dapat dikemukakan dengan berbagai bentuk seperti melalui permintaan, saran, persuasi, perintah, paksaan, atau sanksi. Namun kecendrungannya sekarang adalah pada pemakaian permintaan, saran, dan persuasi.
Communication
Komunikasi merupakan salah satu fungsi dari administrasi yang mengharuskan administrator menyampaikan permintaannya, sarannya, instruksinya, atau perintahnya kepada bawahannya dan juga merupakan sarana untuk menerima kritik dan saran dari bawahan. Saluran komunikasi dari atas, bawah dan samping ataupun sebaliknya, memungkinkan anggota organisasi berhubungan satu sama lin. Sistem komunikasi dianggap belum cukup manakala ia tidak menghubungkan organisasi dengan dunia luar. Komunikasi yang efisien memungkinkan penyebaran ide-ide, penerimaan kebijakan, pelestarian kerja sama, serta memungkinkan tercapainya tujuan organisasi. Komunikasi dapat membuat eksis struktur organisasi dan menjadikan proses pelaksanaan administrasi lebih feasible. Administrator memiliki berbagai macam media dan teknik komunikasi yang dapat dipakai untuk berkomunikasi dengan bawahannya.
III. Administrasi Deliberatif
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa peran dari administrasi adalah penjaga kelangsungan peradaban manusia dengan menciptakan keteraturan dan keamanan di masyarakat yang untuk mewujudkannya diperlukan kerja sama. Kerja sama itu pastinya terdapat dalam segala bidang kehidupan kita, yang sebagai manusia tentunya juga tidak dapat hidup sendiri. Maka dari itu, administrasi sangatlah dibutuhkan dalam setiap bidang kehidupan seperti pada bidang hukum, pemerintahan, sosial, politik, ekonomi, dan agama.
Mengingat hal di atas, ilmu admnistrasi pada akhir-akhir ini lebih menekankan pada pendekatan human behavior sebagai bentuk perkembangannya. Melalui pendekatan ini, ilmu administrasi dituntut untuk menciptakan suatu masyarakat yang memiliki kepribadian berbudi dan bermoral serta mampu mengaktualisasikan semua potensinya sebagai manusia. Sehingga harapannya masalah-masalah bangsa seperti KKN, bobroknya moral para remaja, penuhanan terhadap uang, kecenderungan penyelesaian masalah dengan vandalisme, dan hal-hal buruk lainnya yang mencerminkan masyarakat nekrofilia dapat teratasi dan digantikan dengan masyarakat biofilia yang merupakan kebalikannya.
Di dalam bahasa Al-Qur’an, kelompok nekrofilia dan biofilia ini dinamakan dengan kelompok fujur dan taqwa (Fa alhamaha fujuu rohaa wa taqwa haa- Asy Syam:8). Kelompok fujur yang dilandasi oleh nafsu diri, berorientasi pada pembenaran, pola pikir manipulatif, dan pola kerja yang arbitery jelas merupakan representasi dari kelompok nekrofilia. Sedangkan kelompok taqwa yang dilandasi oleh dorongan hati nurani, berorientasi kebenaran, pola pikir yang rasional, dan pola kerja professional merupakan representasi dari kelompok biofilia (Zauhar, 2007).
Di setiap jiwa manusia pasti mengandung dua naluri sekaligus, yakni naluri biofilia (kehidupan) dan naluri nekrofilia (kematian). Naluri kehidupan ditandai dengan penyatuan dan integrasi, sedangkan naluri kematian ditandai dengan pemisahan dan disintegrasi. Dua naluri ini terdapat dalam jiwa manusia dengan kadar intensitas yang berbeda. Insan biofilia selalu berorientasi pada kebaikan tanpa ada perasaan terpaksa untuk berbuat baik. Apabila kebanyakan orang berorientasi pada biofilia, maka cita-cita untuk membentuk masyarakat yang adil dan makmur serta diridhoi Allah dapat dengan mudah tercapai. Namun, sebagaimana dikatakan para pujanga bahwa lebih mudah mendengar suara setan daripada suara Tuhan, maka orang kemudian berhipotesis bahwa lebih mudah menciptakan masyarakat nekrofiia daripada biofilia. Dan ternyata, hipotesis itu memang menunjukkan gelagat kebenarannya pada masyarakat Indonesia.
Salah satu sarana untuk menyelesaikan big problem ini adalah ilmu administrasi harus mengembangkan ilmunya untuk menuju paradigma administrasi deliberatif. Administrasi deliberatif ini merupakan administrasi yang lebih menekankan pada aspek dialog yang murni di antara para pelaku (musyawarah). Musyawarah ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari fitrah manusia. Dengan fitrahnya manusia memiliki potensi untuk baik dan benar, dan karena itusetiap orang memiliki hak untuk didengar pendapatnya. Pada sisi lain, orang lain juga memiliki kewajiban untuk mendengar pendapat itu. Proses didengar dan mendengar inilah yang menjadi dasar mekanisme musyawarah. Maka terkenal sekali adegium dalam Islam yang berbunyi pangkal kebijakan adalah musyawarah. Selain itu, musyawarah juga merupakan amalan dari sila keempat dalam Pancasila yang harus ditegakkan demi menjunjung demokrasi.
Administrasi deliberatif administrasi yang dalam prosesnya melalui dua tahapan, yakni tahapan pembentukan kehendak dan tahapan pembentukan opini. Dengan kata lain, administrasi deliberatif adalah administrasi yang keseluruhan tatanannya didasarkan pada diskursus publik yang inklusif, egaliter, dan bebas dominasi. Dalam administrasi deliberatif aksi para partisipannya melalui tindakan saling pengertian, berargumentasi, dan musyawarah untuk memecahkan masalah tanpa adanya pemaksaan. Oleh karena itu, dalam administrasi deliberatif peran yang ada harus didistribusikan kepada seluruh aktor, kewenangan dibagi, dan kerja sama saling menguntungkan antar aktor tanpa ada salah satu yang dirugikan harus ditegakkan.
Penjelasan-penjelasan di atas memang terkesan lebih cenderung kepada administrasi publik. Namun, kembali kepada kemunculan ilmu administrasi yang dilatarbelakangi oleh keinginan manusia untuk memenuhi segala keinginannya secara lebih mudah, yang sekaligus menegaskan bahwa aksiologi dari ilmu administrasi adalah menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat, maka sangat relevanlah bila administrasi deliberatif yang sebenarnya betuk “silaisasi” dari sila keempat ini diterapkan di setiap bentuk organisasi terutama dalam lingkup hubungan antara organisasi dengan lingkungan luarnya, baik itu organisasi pemerintah, swasta, bahkan militer, meskipun di militer masih harus dipertimbangkan lagi dalam hal-hal apa saja yang perlu penerapan administrasi deliberatif ini.
Penransformasian ilmu administrasi menuju administrasi deliberatif memang membutuhkan beberapa alat bantuan, di antaranya adalah memasukkan pengembangan kepribadian dan pengembangan profesionalisme secara utuh dalam kurikulum pendidikan tinggi ilmu administrasi (Zauhar, 2007). Pengembangan kepribadian meliputi pengembangan moralitas, religiusitas, dan kemandirian. Aspek ini sangat penting karena hal ini menyangkut masalah mental di mana lulusan pendidikan tinggi ilmu administrasi haruslah mental kepribadian yang jujur dan tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang kurang baik. Para lulusan pendidikan tinggi ilmu administrasi akan menempati posisi yang strategis dan sensitif terhadap godaan, sehinga sebelum memangku jabatan harus dibekali dulu dengan nilai kepribadian yang baik, dan bahkan jika perlu mereka haruslah seorang filsuf yang selalu mencintai kebenaran.
Aspek kedua yang perlu dikembangkan adalah aspek profesionalisme. Hal ini berkaitan dengan penguasaan ilmu lulusan yang saat ini penekanannya apakah lebih pada administrative ideologyatau administrative technology. Untuk S1 selayaknya lebih ditekankan pada aspek teknis daripada ideologinya. Hal ini karena kompetensi yang dituntut adalah lebih pada keterampilan daripada konsepsi, meskipun aspek kedua ini tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan untuk S2 ataupun S3, aspek ideologilah yang harus lebih ditekankan. Kemandegan ilmu administrasi untuk mengembangkan konsep dan teori baru salah satunya disebabkan oleh terlalu ditekankannya pendidikan tenaga administrator dari administrationist dalam kebanyakan pendidikan program magister dan doctor. Sehingga harapannya, salah satu ciri utama administrasi deliberatif yaitu kesetaraan dan dialog yang murni serta empowering, yang memungkinkan manusia secara optimal mangaktualisasikan semua potensinya dapat terwujud.
IV. Kesimpulan dan Administrasi Pancasila Sebagai Saran
Administrasi yang secara konsep adalah sarana untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui upaya kerja sama dalam kelompok atas dasar rasionalitas tertentu, memiliki fungsi-fungsi dan nilai-nilai yang bersifat universal application. Nilai-nilai ini terkait dengan peran ilmu administrasi sebagai ilmu yang menciptakan nilai keteraturan dan keamanan di dalam kehidupan masyarakat sehingga masyarakat dapat dengan mudah meyelesaikan segala urusannya dan masyarakat dapat hidup dengan penuh rasa aman. Lebih jauh dari itu, ilmu administrasi merupakan suatu penjaga kelangsungan peradaban manusia. Sedangkan fungsi-fungsi ilmu administrasi terkait dengan tindakan-tindakan dari administrasi untuk mewujudkan peranannya tersebut. Fungsi-fungsi itu antara lain:Planning; Organizing; Staffing; Directing; Controlling; Decision making; Coordinating; Authority; and Communication.
Selain itu, untuk tetap menjalankan peranannya, ilmu administrasi dituntut untuk selalu mengikuti perubahan gaya hidup dan kompleksitas masyarakat, sehingga administrasi tetap dapat dipakai sebagai suatu alat untuk memecahkan masalah masyarakat dengan mudah. Maka dari itu, ilmu administrasi saat ini harus bergerak menuju paradigma administrasi deliberatif yang lebih mengutamakan dialog terbuka atau kata lainnya musyawarah mufakat melalui diskursus publik yang inklusif, egaliter, dan bebas dominasi dalam meyelesaikan masalah-masalah yang ada.
Di dalam proses penransformasian ilmu administrasi menuju administrasi deliberatif memang membutuhkan beberapa alat bantuan, di antaranya adalah memasukkan pengembangan kepribadian dan pengembangan profesionalisme secara utuh dalam kurikulum pendidikan tinggi ilmu administrasi, sehingga para lulusan pendidikan tinggi ilmu administrasi memiliki kualitas yang sangat baik dari segi moral, etika, kemampuan, dan intelektual.
Apabila penransformasian ini berhasil, maka alangkah baiknya bila ilmu administrasi berevolusi lagi menuju administrasi Pancasila. Jika pada administrasi deliberatif proses kerja sama antar manusia lebih ditekankan pada sila keempat dari Pancasila, maka pada administrasi Pancasila ini tentunya lebih ditekankan pada pentingnya kelima sila sebagai suatu pijakan rasionalitas dalam suatu proses kerja sama antar manusia. Administrasi Pancasila bertujuan untuk menciptakan sistem administrasi yang mampu mewujudkan masyarakat seperti dalam kelompok taqwa, yaitu sekumpulan manusia yang dilandasi oleh dorongan hati nurani dalam bertindak, berorientasi kebenaran, pola pikir yang rasional, dan pola kerja professional. Sehingga harapannya, penerapan administrasi Pancasila sebagai salah satu tindakan ilmu admnistrasi dalam mempertahankan peradaban manusia dapat terwujud melalui orang-orang yang berpikir secara komprehensif atau yang dalam buku ESQ-nya Ary Ginanjar disebut dengan 99 Thingking Hat.
REFERENSI
Ali, Faried. 2004. Filsafat Administrasi. Jakarta: Rajawali Pers
Islamy, Irfan. 1984. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bina Aksara.
Wajong, J. 1983. Fungsi Administrasi Negara. Djambatan
Zauhar, Soesilo. 1992. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Malang: Dwi Murni Offset
Zauhar, Soesilo. 2007. “Administrasi Publik Deliberatif dalam Masyarakat Nekrofilia”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol.9, No.1. Malang: LPD FIA UNIBRAW.

Categories: